Transaksi bursa karbon sepi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut 71,95% emisi belum laku. Sebanyak 71,95 karbon yang ditawarkan di Bursa Karbon Indonesia masih belum terjual hingga 30 November 2023. Namun, Otoritas Jasa Keuangan masih optimistis potensi Bursa Karbon masih cukup besar.
Hal itu diakui Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi dalam Konferensi pers RDK OJK November, Senin (4/12/2023) yang dilansir EGINDO.co
Dijelaskannya hingga 30 November 2023 tercatat 41 pengguna jasa di Bursa karbon yang mendapatkan izin. Pengguna jasa meningkat dibandingkan posisi 31 Oktober 2023 sebanyak 25 pengguna jasa. Jumlah total volume yang terjual sebesar 490.716 ton CO2 ekuivalen dan akumulasi nilai sebesar Rp30,70 miliar.
Adapun rincian penjualan bursa karbon adalah sebesar 30,56% terjadi di pasar reguler atau sebesar Rp9,38 miliar. Kemudian sebanyak 9,24% di pasar negosiasi atau sebesar Rp2,84 miliar dan 60,20% terjadi di pasar lelang atau sebanyak Rp18,8 miliar.
Dinilai Inarno potensi bursa karbon masih cukup besar kedepan mengingat 71,95% karbon yang ditawarkan masih belum terjual. Keberadaan Bursa Karbon Indonesia membantu sisi supply dalam mekanisme perdagangan karbon. Korporasi maupun pihak-pihak yang ingin memiliki kredit karbon dapat mengaksesnya dengan mudah di Indonesia, tanpa perlu membeli dari bursa karbon luar negeri.
Sementara itu, Inarno menilai bahwa Indonesia masih kekurangan ‘daya gedor’ dari sisi demand. Salah satu alasannya karena belum terdapat kewajiban korporasi atau pihak-pihak tertentu untuk memiliki kredit karbon, sehingga transaksi di bursa karbon cenderung masih bersifat sukarela.@
Sumber: EGINDO.co