Penggunaan teknologi nuklir dan teknologi penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon atau carbon capture usage and storage (CCUS) memang dapat mengurangi beban dari pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT), tetapi bergantung pada lanskap politik dan perkembangan biaya pada masa depan. Penggunaan batubara (tanpa CCUS) diperkirakan akan dihentikan secara bertahap. Sebaliknya, pembangkit listrik dari pabrik gas yang siap untuk hydrogen yang mendukung stabilitas jaringan listrik kemungkinan akan meningkat.
Hal itu terungkap dari laporan McKinsey Global Energy Perspective 2023 yang menyebutkan pangsa pasar energi baru terbarukan diproyeksikan meroket hingga 50% pada 2030 dan mencapai 65% hingga 85% pada 2050.
Sementara itu pangsa Pasar Energi terbarukan meroket hingga 50 persen dan emiten Republik Indonesia (RI) masuk 3 besar Perusahaan Energi Baru Terbarukan (EBT) dunia. Pangsa Pasar Energi terbarukan meroket hingga 50 persen dan emiten Republik Indonesia (RI) masuk 3 besar Perusahaan Energi Baru Terbarukan (EBT) dunia. Indonesia, khususnya di Bursa Efek Indonesia, belum banyak emiten yang fokus pada bisnis EBT.
Kemudian NextEra Energy Inc tercatat berada pada peringkat pertama emiten EBT di NYSE dengan kapitalisasi pasar mencapai US$119,3 miliar atau setara Rp1,87 kuadriliun (asumsi kurs Rp15.688 per dolar AS) sedangkan emiten Indonesia masuk 3 besar korporasi EBT Global dimana PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) menduduki peringkat ketiga emiten EBT terbesar di dunia dengan kapitalisasi pasar Rp662,24 triliun.@
Sumber: EGINDO.co