Menjadi wajib khusus empat sektor industri ini dalam perdagangan Karbon. Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bakal mengatur perdagangan karbon khusus untuk sektor industri. Pada tahap awal, kebijakan wajib atau bersifat mandatory untuk diikuti oleh 4 sektor industri yakni semen, pupuk, baja dan kertas.
Selanjutnya pemerintah akan memperluas hingga 5 sektor lain termasuk otomotif. Adapun alasan pemilihan empat industri yang wajib mengikuti kebijakan pembatasan adalah karena emisinya paling besar dan sulit untuk diturunkan. Hal ini berdasarkan hitung-hitungan yang sudah dilakukan Kemenperin.
Kepala Pusat Industri Hijau Kemenperin Apit Pria Nugraha mengatakan empat subsektor itu istilahnya hard to abate. “Hard to abate itu yang paling susah diturunin emisinya, karena emisinya juga mereka paling besar, dan konsumsi energinya paling besar juga. Dan ini ada hitung-hitungannya,” kata Apit Pria Nugraha.
Pasar karbon yang akan dirilis berbeda dengan IDX Carbon yang sifatnya masih voluntary atau sukarela. “Yang kami susun adalah mandatory carbon market. Yang sudah exist itu namanya voluntary carbon market,” kata Apit dalam acara Carbon Neutrality (CN) di Kemayoran Jakarta.
Dalam aturan perdagangan karbon, Kemenperin bakal menetapkan batasan atau jatah emisi yang boleh dikeluarkan oleh ke-empat industri tersebut. Apabila dalam pelaksanaannya nanti realisasi emisi yang dikeluarkan melebihi batas, maka akan dikenakan pungutan. Konteks wajibnya itu adalah wajib dikenakan kebijakan pembatasan emisi. Sebaliknya, apabila realisasi emisi yang dikeluarkan di bawah jatah yang diberikan, maka bisa diperdagangkan kepada industri lainnya. “Nanti kan kita bandingkan aktual emisinya berapa dibandingkan dengan jatah. Misalnya kalau jatahnya 100, emission aktualnya 80. Yang 20-nya bisa dijual. Kalau dia lebih, misalnya 120, maka 20-nya ini mungkin sebagian kecil harus bayar pungutan emisi, bukan pajak (carbon tax),” kata Apit.
Pungutan kelebihan emisi hanya akan dikenakan 5 persen dari total kelebihannya. Misalnya, emisinya kelebihan 20, maka hanya 5 persen dari jumlah itu yang dikenakan pungutan emisi, misalnya cuma 5 persen dari kelebihannya. Sisanya yang 95 persen dari kelebihan itu, dari 20 tadi itu, itu bisa membeli dari pasar karbonnya, bisa membeli dari (industri) yang surplus.@
Sumber: EGINDO.com