Direktur Jenderal (Dirjen) Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi, mengatakan nanti begitu go nuklir dipastikan dan sekarang sudah banyak informasi-informasi berapa sen per KWH jualnya.
Hal ini dikatakannya pada acara Green Energy Summit 2025 pada yang Selasa (23/9/2025) yang digelar investortrust.id di Hotel JW Marriott, Kuningan, Jakarta. “Iya, harga jualnya. Nah, kalaupun kita memilih salah satu negara sebagai partner, perencanaan di dalam RUPTL itu banyak sekali sampai net zero emission itu kita 35 eh sori 45 giga untuk nuklir. Jadi perencanaan dari Dewan Energi Nasional ini supportnya luar biasa,” katanya.
Eniya Listiani Dewi menjelaskan dalam menjawab pertanyaan peserta Green Energy Summit 2025 bahwa go nuklir banyak pihak yang sangat konsern makanya Dewan Energi Nasional kita mendorong sekali. “Nah, ini kita sudah step ahead untuk tinggal menunggu go nuklir sehingga perencanaan-perencanaan di bawahnya nanti bisa langsung go tinggal 8 tahun lagi untuk 2032 dan 2034 sudah onrade di dua system tersebut. “Jadi ini kita sangat memperhatikan nanti the next step-nya kalau di RUPTL atau di Rancangan Umum Ketenaga Listrikan Nasional itu sudah disebutkan sampai ee 2060. Jadi kesempatannya banyak, itu Sumatera dan Kalimantan,” katanya menegaskan.
Pada acara Green Energy Summit 2025 yang digelar investortrust.id di Hotel JW Marriott, Kuningan, Jakarta itu Eniya Listiani Dewi memaparkan bahwa bukti gonuklir Perpres nanti banyak hukumnya. Melewati Perpres itu sudah menjadi keputusan go nuklir dan akan ada enam pokja termasuk finance. Ada perencanaan, finance, operasional, lalu keamanan, isu sosial dan Pokja akan nanti mengawal dimana ada ketua pelaksananya adalah Menteri SDM.
Menurutnya Pokja sudah sekarang berdiskusi dengan banyak negara karena harus ada teknologi clearing yang harus dilakukan memilih teknologi apakah itu large scale atau small modular reactor. “Jadi pertimbangan-pertimbangan lalu kita nanti berkolaborasi dengan siapa. Jadi kita kalau merujuk kepada beberapa negara itu mulainya tidak sendiri pastinya dan investasi government lebih banyak dan baru unit kedua, unit ketiga itu baru bisa mandiri. Nah, kita akan berkolaborasi dengan siapa? Itu juga sering ditanyakan. Saat ini arahan dari Presiden bahwa Menteri juga membuka ke semua negara. Jadi kita akan lihat mana yang lebih potensial dan mana yang lebih memungkinkan,” ujarnya.
Eniya Listiani Dewi juga menjelaskan bahwa untuk mewujudkan target tersebut, pemerintah mengimplementasikan tiga program utama PLTS, yaitu PLTS Atap, PLTS Skala Besar, dan PLTS Terapung. Selain itu, PLTS juga didorong untuk mendukung kegiatan produktif, seperti irigasi pertanian, pariwisata, perikanan, layanan kesehatan (puskesmas), dan sekolah-sekolah. “Untuk mendukung implementasi PLTS di Indonesia, diperlukan ketersediaan industri rantai pasok (supply chain) surya, ketersediaan Engineering, Procurement, Construction (EPC) surya di seluruh daerah, serta peningkatan kapasitas SDM, khususnya di wilayah terpencil. Bonus demografi Indonesia perlu dimanfaatkan untuk memajukan energi surya nasional,” kata Eniya.
Lebih lanjut Eniya mengungkapkan pentingnya penambahan permintaan PLTS. Potensi energi surya Indonesia sendiri diperkirakan mencapai hampir 3.200 GW, sebuah peluang besar untuk mendorong industri dalam negeri sekaligus pertumbuhan ekonomi. “Potensi energi surya ini bisa menjadi motor transisi energi sekaligus mendongkrak lebih cepat pertumbuhan ekonomi hingga 8%,” ujar Dirjen EBTKE.
Ada sebanyak 15 narasumber yang sangat kompeten di bidang energi hijau (green energy) tampil dalam Green Energy Summit 2025 yang digelar investortrust.id di Hotel JW Marriott, Kuningan, Jakarta yang membedah masa depan energi hijau dalam kaitannya dengan target Net Zero Emission (NZE) 2060 dengan bertajuk Transisi Energi yang Adil: Menjaga Bumi, Menyejahterakan Rakyat.@
Sumber: EGINDO.com