Belum jelas hingga kini kapan pemerintah akan mulai menerapkan kebijakan pajak karbon di Indonesia. Pertanyaan itu dijawab Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso yang mengatakan bahwa kebijakan pajak karbon di Indonesia masih belum bisa dijalankan lantaran belum ada aturan teknis dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Hal itu diungkapkan Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso kepada wartawan pada Jum’at (9/8/2024) di Jakarta. “Kita masih belum ada PMK-nya,” ujar Susi.
Dikatakannya kebijakan pajak karbon bisa saja diterapkan pada tahun 2025 apabila Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mempercepat penyusunan regulasinya. Jadi tergantung maka bisa pada tahun 2025 kalau Kemenkeu mempercepat regulasi. “Memang harus ada regulasinya,” katanya.
Sementara itu berdasarkan catatan EGINDO.co bahwa aturan terkait implementasi pajak karbon diperkuat melalui pengesehan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Adapun tujuan pengenaan pajak karbon bukan hanya menambah penerimaan negara semata, melainkan sebagai instrumen pengendalian iklim dalam mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan sesuai prinsip pencemar membayar (polluter pays principle) maka dengan adanya UU HPP pemerintah bisa menerapkan pajak karbon atas PLTU batubara pada 1 April 2022. Sementara tarif pajak karbon yang diatur dalam UU HPP adalah senilai Rp30 per kilogram CO2 ekuivalen.
Sedangkan sebelumnya, Deputi Bidang Pengembangan Usaha BUMN, Riset dan Inovasi Kemenko Perekonomian, Elen Setiadi pernah mengatakan pada Webinar, Selasa 23 Juli 2024 bahwa pajak karbon akan diterapkan pertama kali atas subsektor pembangkit listrik atau dalam hal ini adalah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Pada tahap awal RPP peta jalan pajak karbon diusulkan cukup mengatur terkait penerapan pajak karbon bagi subsektor pembangkit listrik untuk mendukung dan menyesuaikan dengan peta jalan perdagangan karbon yang sudah ada.@
Sumber: EGINDO.co