Kontraktor Pemegang Izin Penyimpanan Karbon Punya Kewajiban

Kontraktor pemegang izin penyimpanan Karbon mempunyai kewajiban. Pemerintah mewajibkan kontraktor dan pemegang Izin Operasi Penyimpanan yang menyelenggarakan bisnis carbon capture storage (CCS) mengalokasikan 70% dari total kapasitas penyimpanan untuk domestic sedangkan sisanya 30% dapat digunakan untuk karbon yang berasal dari luar negeri. Kondisi kewajiban itu terungkap dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon yang disimak EGINDO.co kemarin.

Kontraktor yang pemegang izin penyimpanan Karbon ternyata juga mempunyai kewajiban menyelenggarakan bisnis carbon capture storage (CCS) mengalokasikan 70% dari total kapasitas penyimpanan untuk domestic itu tertuang pada Pasal 35, penyimpanan karbon yang berasal dari luar negeri, hanya dapat dilakukan oleh penghasil Karbon yang melakukan investasi atau terafiliasi dengan investasi di Indonesia.

Dalam hal penetapan alokasi kapasitas penyimpanan karbon, pemerintah membuka peluang porsi storage bisa disesuaikan dimana akan dibentuk Satuan Tugas yang dikoordinasikan oleh menteri menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang kemaritiman dan investasi.

Dijabarkan dalam Perpres Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon bahwa Ketua Satuan Tugas menetapkan penyesuaian alokasi kapasitas penyimpanan karbon setelah mendapatkan persetujuan presiden. Sedangkan tentang karbon dari luar negeri harus ada perjanjian kerja sama bilateral antarnegara

Hal itu tertuang pada Pasal 45 tertulis, pengangkutan penyelenggaraan CCS lintas negara (cross border) dilakukan perjanjian kerja sama bilateral antarnegara. Dimana perjanjian itu akan menjadi pedoman semua pihak untuk menerbitkan rekomendasi atau izin yang diperlukan dalam rangka pengangkutan karbon lintas negara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara masing-masing. Perjanjian kerja sama itu juga dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perjanjian internasional.

Sementara itu Karbon yang diangkut kedalam wilayah kepabeanan Indonesia, wajib diregistrasikan oleh pengimpor sebanyak satu kali saat pertama kali impor. Proses ini dilakukan setelah adanya perjanjian bilateral antar negara. Sebagai informasi, Indonesia memiliki potensi besar sebagai wilayah penyimpanan karbon dan berpotensi menjadi lokasi penangkapan di tingkat nasional dan regional. Potensi penyimpanan karbon di Indonesia mencapai 400-600 gigaton dengan potensi tersebut dapat meningkatkan daya tarik investasi.@

Sumber: EGINDO.co