Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menegaskan bahwa Indonesia terus menunjukkan kinerja aksi iklimnya kepada internasional. Upaya pengurangan emisi Indonesia pun dilakukan secara sistematis dalam koridor tata kelola karbon. “Kita penting menunjukkan kepada internasional bahwa kerjanya berbobot, tidak hanya main-main, bagaimana cara mengambil keputusan, mengurai masalah, dan memformulasikannya menjadi aksi,” kata Menteri Siti usai membuka workshop Pelaksanaan Result Based Contribution (RBC) Tahap 1 Norwegia di Jakarta.
Dalam siaran pers KLHK yang dilansir EGINDO.co menyebutkan workshop tentang aksi iklim secara detail, yang dalam pelaksanaannya bersama-sama ada Pemerintah, Pemda, NGO, dan akademisi. Workshop ini penting dilakukan tidak saja untuk suatu kerja implementasi aksi iklim yang sistematis, tetapi merupakan show-case dimana kerja aksi iklim khususnya dalam kerangka kerja FoLU Netsink 2030 di Indonesia, berlangsung secara sistematis dan dalam rambu-rambu carbon governance. “Bagi internasional governance itu penting, begitu juga bagi Indonesia. Maka workshop ini diadakan agar supaya kerja kita itu sistematis, dengan begitu mereka tahu kita tidak main-main dengan dana internasional,” ujar Menteri Siti.
Lebih lanjut, Menteri Siti menyampaikan workshop ini juga sangat penting sebagai wujud kongkrit berupa kerja nyata dan sikap saling menghormati dalam kerja-kerja sama antar lembaga yang sangat penting sebagaimana tercantum dan MoU Kerjasama RI-Norwegia. Bagi Indonesia, rangkaian langkah kerja Pemerintah Norwegia melalui RBC ini merupakan pengakuan sejalan dengan prestasi Indonesia dalam penurunan emisi GRK dari REDD+ dalam framework FoLU Netsink 2030.
Melalui Indonesia-Norwegia Partnership, Menteri Siti menjelaskan Indonesia sudah menerima Result Base Contribution (RBC) identik dengan RBP, sebesar USD 56 Juta untuk pengurangan emisi pada tahun 2016/2017 sebesar 11,2 juta ton. Dana tersebut diantaranya dimanfaatkan untuk Implementasi Indonesia FOLU Net Sink 2030 seperti yang dirinci pada workshop ini. Selanjutnya, RBC USD 100 Juta untuk pengurangan emisi sebesar 20 juta ton CO2e dari emisi 2017/2018 dan 2018/2019. “Saat ini, sedang mulai diproses untuk RBC IV untuk emisi dari 2019/2020, yang kita harapkan dengan prosedur yang ada secara internasional, sudah akan bisa diselesaikan dan didapat hasilnya pada akhir tahun 2024 ini,” katanya.
Dari sisi jumlah ton CO2e yang telah diberikan penghargaannya untuk saat ini kira-kira masih tidak lebih dari 100 juta ton CO2e. Angka ini masih jauh dibawah prestasi Indonesia yang telah menurunkan emisi GRK yang sudah mendapatkan verifikasi Sekretariat UNFCCC sekitar 577 juta ton. Dengan kata lain, hingga saat ini untuk penanganan iklim khususnya Folu Netsink 2030 Indonesia masih sangat besar didukung oleh kekuatan dana pemerintah dan dari aktivitas masyarakat sendiri, terutama FoLU yang telah menjadi bagian dari aktivitas kehidupan sehari-hari menyangkut interaksi manusia Indonesia dengan alamnya.
Pada kesempatan tersebut, Duta Besar Norwegia untuk Indonesia, Rut Kruger Giverin mengakui upaya Indonesia yang sangat mengesankan dalam upaya pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. Ia mengungkapkan pihaknya memiliki mekanisme di mana Norwegia memberikan kontribusi kepada Indonesia atas hasil pengurangan emisi GRK yang diverifikasi oleh pihak ketiga yaitu konsultan internasional yang independen. Selanjutnya, dana tersebut dikelola melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) dan disalurkan untuk mendukung rencana implementasi Folu Net Sink 2030.
Workshop dihadiri Dirut BPDLH; Penasehat Senior Menteri LHK; Pejabat Tinggi Madya dan Pratama lingkup KLHK, Kemenkeu dan BRGM; Tim Indonesia’s FOLU Net Sink 2030; Dewan Pengawas BPDLH; Peneliti dan Pemerhati Perubahan Iklim; Pemerintah Daerah; dan mitra kerja.@
Sumber: EGINDO.co